SPEKTRUM RADIASI ELEKTROMAGNETIK NON PENGION
Radiasi non pengion dapat didefinisikan sebagai penyebaran atau emisi energi yang jika melalui suatu media dan terjadi proses penyerapan,
berkas energi radiasi tersebut tidak akan mampu menginduksi terjadinya proses ionisasi dalam media tersebut. Istilah radiasi non pengion secara fisika mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih kecil dari 10 eV yang antara lain meliputi sinar ultraviolet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro (microwave) dan radiofrekuensi elektromagnetik. Selain itu ultrasound juga termasuk dalam radiasi non pengion .
Alat dan proses yang menghasilkan radiasi non pengion banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, kedokteran termasuk gigi, telekomunikasi, industri hiburan, laboratorium penelitian, bangunan dan konstruksi, aplikasi militer, aplikasi pendidikan, geodesi, transportasi, periklanan, preparasi makanan komersil, dan di rumah.
Berdasarkan panjang gelombang yang berhubungan dengan frekuensi dan energi fotonnya, radiasi non pengion dapat dibagi atas dua kelompok besar yaitu radiasi optik dengan panjang gelombang antara 100 nm sampai 1 mm dan radiasi radiofrekuensi elektromagnetik antara 1 mm sampai sekitar > 100 km
Radiasi Optik
Sumber radiasi UV alam adalah matahari. Namun karena adanya serapan oleh atom oksigen yangkemudian membentuk lapisan ozon, maka radiasi matahari yang sampai ke bumi (terestrial) intensitasnya lebih rendah yang meliputi UV dengan panjang gelombang 290-400 nm sedangkan panjang gelombang yang lebih pendek diserap oleh lapisan atmosfer.
Sebagai penyerap utama radiasi UV, lapisan gas ini berfungsi sebagai pelindung bumi dari pajanan sebagian radiasi UV yang lebih pendek dari 340 nm. Berkurangnya lapisan ozon akibat pelepasan chloro fluorocarbon (CFC) buatan manusia ke atmosfer akan mengurangi daya proteksi ozon terhadap sinar UV dan memperbesar tingkat kerusakan akibat pajanan radiasi UV.
Sumber radiasi UV buatan manusia pada dasarnya terdiri dari tiga jenis yaitu incandescent, seperti lampu halogen tungsten, lampu neon, lampu intensitas tinggi yang digunakan pada industri untuk fotopolimerisasi, lampu germisidal untuk sterilisasi dan lampu untuk pengelasan metal; dan laser UV seperti excimer laser. Spektrum cahaya tampak berada pada panjang gelombang 400-700 nm. Sumber alamiahnya adalah matahari, sedangkan sumber buatan manusia adalah lampu baca, peralatan berpendar dan laser. Laser (Light Amplification Stimulated Emission by Radiation) merupakan berkas radiasi dengan energi yang digabung dan dilipatgandakan intensitasnya. Berkas laser yang dipergunakan saat ini adalah sinar tampak dan infra merah.
Sedangkan sinar infra merah terletak pada rentang panjang gelombang 770 nm – 1 mm yang dibagi atas IR-A (770 nm -1,4 µm), IR-B (1,4 – 3 µm) dan IR-C (3 µm – 1 mm). Matahari juga merupakan sumber alamiah radiasi infra merah, sedangkan sumber buatan manusia antara lain lampu infra merahyang umumnya digunakan sebagai pemanas, laser dan LED (Light Emission Diode).
Medan elektromagnetik radiofrekuensi
EFEK KESEHATAN RADIASI OPTIK
Efek akibat pajanan radiasi optik pada tubuh sangat bergantung pada panjang gelombang yangberhubungan dengan daya tembusnya pada jaringan tubuh. Secara biologik, panjang gelombang < 180 nm (Vacuum UV) tidak memberikan efek nyata karena telah terserap oleh udara. UV-C lebih aktif secara
fotokimia karena diserap secara kuat oleh asam amino tertentu; dengan demikian oleh kebanyakan protein. UV-B kurang bersifat fotokimia tetapi dapat menembus jaringan. UV-A sangat rendah sifat fotobiologiknya tetapi mempunyai daya tembus lebih dari UVB. Sasaran utama pajanan radiasi optik pada tubuh adalah kulit dan mata. Tidak seperti kebanyakan radiasi pengion, radiasi optik hanya diserap secara sangat superfisial dan kedalaman pada kulit dan kornea umumnya < l mm., dan untuk UV-C hanya beberapa lapisan sel.
Interaksi radiasi optik dengan materi biologik umumnya menimbulkan reaksi panas/termal dan reaksi fotokimia; menghasilkan energi yang diserap oleh jaringan dalam waktu singkat sehingga dapat meningkatkan suhu jaringan. Reaksi fotokimia terjadi ketika sebuah foton mempunyai energi kuantum yang cukup untuk mengionisasi terjadinya eksitasi yang mengubah suatu molekul menjadi satu atau lebih molekul kimia yang berbeda.
Jumlah radiasi optik terutama UV yang dapat diserap bergantung pada intensitas matahari, yangmaksimum terjadi pada pukul 11.00 – 15.00 saat matahari berada di sekitar posisi tertingginya. Selain itu, intensitas matahari juga dipengaruhi oleh ketinggian karena berhubungan dengan ketebalan lapisan atmosfer yang berfungsi sebagai penahan sinar UV; diketahui bahwa refleksi sinar matahari dari salju dan tanah juga dapat meningkatkan intensitas radiasi.
Efek pajanan kronik radiasi UV lebih serius daripada efek pajanan akut, efek yang merugikan pada mata termasuk penebalan konjungtiva, katarak, dan kanker konjungtiva. Efek kronik pada kulit yangpaling penting adalah kanker kulit. Sedangkan efek akut berupa peradangan pada mata dan kulit.
Efek Radiasi Optik Pada Tingkat Molekuler
Molekul protein sel mampu menyerap secara maksimum pada panjang gelombang sekitar 280 nm dengan asam amino triptofan dan tirosin sebagai penyerap utama. Meskipun triptofan menyerap 10 kali lebih besar daripada sistein (pada 254 nm), kerusakan protein lebih sering dimediasi oleh sistein karena daya merusak sistein lebih besar.
Spektrum radiasi optik yang diserap secara maksimum oleh DNA adalah pada 260 nm dengan kemampuan menyerap 10-20 kali lebih besar dari protein. Dengan demikian, DNA memberikan kontribusi besar terhadap penyerapan total UV-C (200 – 280 nm) oleh sel. Meskipun penyerapan oleh DNA terhadap UV-B pada sekitar 300 nm jauh lebih kecil dari UV-C (10-100 kali lebih rendah), pajanan matahari menyebabkan kerusakan nyata pada DNA yang dapat membunuh sel.
Kerusakan DNA akan mengalami proses perbaikan secara spontan. kasalahnya adalah bahwa proses perbaikan dapat berlangsung tanpa kesalahan (error-free repair) atau dengan kesalahan (error-prone repair), tergantung tingkat keparahannya. Pajanan radiasi UV-C dan UV-B terutama menimbulkan kerusakan pada pirimidin dengan terbentuknya dimer, seperti Cyclobutane pyrimidine dimer (CPD),yang umumnya dapat diperbaiki tanpa kesalahan. Sedangkan UV-A (315 – 400 nm) walaupun yangterserap sangat sedikit tetapi dapat menginduksi DNA strand breaks pada frekuensi yang jauh lebih kecil dari UV-B dan biasanya proses perbaikan berlangsung dengan kesalahan; konsekuensinya, setelah terpajan relatif lama, kode genetik dapat mengalami tingkat perubahan yang sama baik oleh UV-A rnaupun UV-B.
Efek Radiasi Optik Pada Kulit
Radiasi UV-B dapat menembus semua lapisan epidermis, hanya sekitar 10-15 % dapat menjangkau bagian atas lapisan dermis. Efek pajanan ini adalah eritema dan kanker kulit; panjang gelombang yang dapat menimbulkan efek akut paling parah berupa induksi luka bakar adalah 307 nm.
Sedangkan radiasi UV-A yang diserap lapisan epidermis hanya 50%, sisanya mampu menembus lapsan dermis sampai kedalaman 2 mm. Efek yang ditimbulkan adalah kanker kulit, penuaan dini dan juga pigmentasi kulit akibat peningkatan produksi pigmen melanin. Efek akut yang terjadi dalam jangka pendek pada kulit antara lain:
• Reaksi sunburn sebagai efek yang paling umum terjadi akibat pajanan sinar matahari.
Perubahan yang terjadi tergantung pada jumlah radiasi, tingkat dan kualitas melanin dan ketebalan stratum korneum. Eritema atau memerahnya kulit adalah aspek visual dari respon sunburn; tertunda 2 – 4 jam setelah irradiasi, puncaknya pada 14 – 20 jam, secara normal terjadi selama 72 jam. Sunburn yang parah biasanya diikuti dengan peningkatan ketebalan epidermis dan deskuamasi sel epidermis yang mati. Sunburn minimal adalah oleh cahaya merah dan tidak nyeri. Sunburn yang sangat parah diikuti dengan blister pada 48 jam kemudian.
Respon umum lainnya terhadap radiasi UV-B terutama pada mereka yang tidak membentuk tan (kecoklatan pada kulit) adalah hiperplasia yaitu penebalan akibat peningkatan jumlah lapisan sel stratum korneum. Ini secara nyata mereduksi penetrasi UV-B ke lapisan basal yang berarti merupakan suatu sistem proteksi yang penting. Hiperplasia epidermis ini agaknya berperan penting dalam proses adaptasi terhadap pajanan UV-B yang lebih tinggi.
Pajanan laser yang termasuk dalam kelompok radiasi cahaya tampak dan infra merah dapat menyebabkan sunburn yang parah, tergantung pada energi yang diserap. Radiasi pada 310 -700 nm menyebabkan reaksi fotosensitif berupa ritema
ringan dan tidak nyeri; radiasi 700 nm – 1 mm menyebabkan kulit terbakar dan kering.
• Pigmentasi kulit
Pigmentasi kulit merupakan proses adaptif sebagai konsekuensi langsung pajanan radiasi UV dengan dosis yang cukup. Peningkatan pigmentasi dapat teramati paling tidak dalam waktu 24 jam dan mencapai puncaknya pada hari ke 8. Pigmentasi tertunda ini akibat peningkatan produksi pigmen melanin dan pemindahannya pada sel keratinosit sekitar. Keratinosit yang terinduksi radiasi UV-B menyebabkan peningkatan ketebalan epidermis sehingga meningkatkan pula kandungan melanin. Pajanan UV-A tidak mengakibatkan peningkatan sel keratinosit yang berarti, peningkatan pigmentasi terjadi karena terstimulasinya melanogenesis secara langsung.
Respon pigmentasi kulit yang segera setelah radiasi UV-A merupakan konsekuensi dari reaksi oksidatif dari prekursor eumelanin yang tidak berwarna. Proses ini bersifat sementara dalam beberapa jam dan tidak menimbulkan efek apapun.
• Efek imunitas
Diketahui bahwa sinar UV dapat memodifikasi protein dan molekul organik dalam epidermis menjadi molekul terubah yang dikenali sebagai molekul asing oleh sistem imun sehingga memacu respon imunitas pada kulit, seperti alergi matahari atau fotodermatitis. Radiasi UV mengganggu sistem imunitas seluler dengan merusak sel langerhans dan/atau menginduksi sitokin dari keratinosit dan/atau melalui makrofag yang muncul di epidermis setelah hilangnya sel langerhans. Pajanan UV tidak hanya mencegah stimulasi reaksi sel T spesifik antigen, tetapi juga dapat melepaskan sel T supressor yang secara spesifik menghambat pembelahan sel T reaktif terhadap antigen spesifik. Sistem imunitas seluler tampaknya berperan penting dalam penolakan sel tumor kulit yang diinduksi oleh UV.
• Sintesis vitamin D3
Radiasi UV-B juga memberikan dampak yang menguntungkan kesehatan yaitu berperan dalam sintesis vitamin D3 di lapisan epidermis. Provitamin D3 (7-dehydrocholesterol) dikonversi menjadi previtamin D3 di membran sel epidermis
oleh iradiasi UV-B, yang kemudian secara thermal isomerises menjadi vitamin D3 (Cholecalciferol) dan secara rutin dilepaskan dari epidermis. Intensitas radiasi V-B yang dibutuhkan hanya sedikit dan kelebihan pajanan dapat mengakibatkan penghentian aksi vitamin D3 yang telah terbentuk. Vitamin D (baik D3 atau D2 dari makanan) tidak aktif secara biologik tetapi harus dibawa oleh darah untuk dikonversi dengan proses hidroksilasi dalam hati menjadi 25-hydroxyvitamin D (25OH-vitD) dan kemudian dalam ginjal menjadi 1,25dihydroxyvitamin D (1,25-diOH-vitD), yaitu suatu hormon bentuk aktif yang dapat terikat pada reseptor vitamin D (VDR).
Vitamin D berfungsi mengatur keseimbangan kalsium dan fosfat dalam darah, menstimulasi penyerapan kalsium dari makanan dalam usus halus, memobilisasi kalsium ke tulang, memacu differensiasi sel dan menghambat pembelahan beberapa jenis sel terutama sel kanker.
Pajanan sinar matahari lebih dari 10 menit seperti pada mandi sinar matahari tidak akan meningkatkan jumlah previt D, tetapi justru akan berbahaya akibat pajanan UV.
Pajanan kronik radiasi UV menyebabkan gejala klinik yang dikenal sebagai efek penuaan. Terjadi terutama di bagian tubuh yang terpajan secara permanen, berhubungan dengan kekeringan kulit, keriput dan telangiectasia. Pigmentasi tidak teratur dan lentigo solar juga dijumpai. Secara histologis disebabkan oleh penipisan kulit, pengurangan ketebalan papillary dermis dan penggantian materi kolagen elastik normal dengan gumpalan elastotic yang kehilangan sifat elastisitasnya pada dermis normal. Perubahan ini biasanya berhubungan dengan kanker kulit non melanoma yaitu Basal Cell Carcinoma (BCC) dan Squamous Cell Carcinoma (SCC), dan Cutaneous Malignant Melanoma (CMM) sebagai efek kronik yang paling penting.
CMM berasal dari sel pigmen, melanosit, merupakan jenis kanker kulit yang paling agresif, cepat bermetastasis dan mematikan. Sedangkan BCC dan SCC berasal dari keratinosit, tidak terlalu agresif tetapi tumbuh invasif. Tingkat mortalitas CMM sekitar 20-25%, SCC 1-3% dan BCC 1%. Kanker kulit biasanya mudah diangkat pada tahap awal karena mudah dikenali ketika masih kecil; sayangnya, berisiko tinggi terbentuk kembali. CMM umumnya terjadi di bagian badan dan kaki terutama pada mereka yang secara berkesinambungan terpajan sinar matahari.
Awal melanoma ganas dapat dikenali dari beberapa tanda yaitu tahi lalat yang makin membesar atau tumbuh tahi lalat yang baru (biasanya tahi lalat tidak tumbuh/bertambah setelah pubertas). Tahi lalat dengan bentuk tidak beraturan atau campuran bayangan yang berbeda coklat atau hitam. Tanda lain ialah tahi lalat lebih besar dari ujung pensil yang tumpul atau dengan tepi kemerahan, pendarahan, agak berair atau mengeras, dan mulai terasa berbeda seperti sedikit sakit.
Efek Radiasi Optik Pada Mata
. Efek fototoksik akut radiasi UV pada mata adalah kerato-konjungtivitis (dikenal juga sebagai welder’s flash atau snow blindness) yaitu reaksi radang akut kornea dan konjungtiva mata akibat reaksi fotokimia pada kornea (fotokeratitis) dan konjungtiva (fotokonjungtivitis) yang timbul beberapa jam setelah pajanan 200 – 400 nm dan umumnya berlangsung hanya 24 – 48 jam. Gejala fotokeratitis berupa memerahnya bola mata disertai rasa sakit yang parah dan pada beberapa kasus terjadi blepharospasme; berlangsung selama satu atau dua hari dan timbul kabut pada bagian kornea. Efek ini bersifat sementara karena kerusakan yang terjadi sangat ringan (bagian permukaannya saja) dan penggantian sel epitel permukaan kornea berlangsung dengan cepat (satu siklus 48 jam).
Eritema kelopak mata muncul beberapa jam pasca pajanan akut (200 -400 nm), biasanya berlangsung selama 8 – 72 jam tergantung pada tingkat pajanan dan daerah spektrum.
Pajanan kronik radiasi UV pada mata dapat menimbulkan pterygium atau penebalan konjungtiva dan katarak. Pterygium merupakan pertumbuhan jaringan lemak di atas kornea. Sedangkan pajanan radiasi UV pada panjang gelombang 290 – 320 nm dapat menyebabkan katarak. Terdapat hubungan yang jelas antara katarak dengan pajanan UV-B sepanjang hidup.
Radiasi cahaya tampak dan IR-A (400 – 1400 nm) dapat mencapai retina dan menimbulkan fotoretinitis, peradangan retina. Kerusakan retina timbul khususnya akibat pajanan cahaya tampak biru (400 – 550 nm) sehingga dikenal pula sebagai blue light retinal injury. Fotoretinitis yang biasanya disertai dengan scotoma (blind spot), terjadi akibat menatap sumber cahaya yang sangat tajam dan terang seperti matahari dalam waktu yang sangat singkat ataupun cahaya terang dari laser untuk waktu yang lebih lama. Peningkatan suhu retina yang hanya beberapa derajat lebih tinggi dari suhu saat demam diyakini dapat menimbulkan kerusakan retina permanen. Pajanan IR-A juga memberikan kontribusi dalam pembentukan katarak akibat panas.
Radiasi IR-B (1,4 – 3 gym) dapat menembus lebih jauh dan diserap lensa, memberikan kontribusi pembentukan katarak dan juga menimbulkan luka bakar di kornea dan konjungtiva. Sedangkan energi radiasi IR-C (3 µm – 1 m) yang diserap
kornea dapat menyebabkan fotokeratitis atau yang lebih parah lagi luka bakar pada kornea dan juga konjungtiva. Dengan demikian, laser yang rnenggunakan radiasi cahaya tampak dan juga infra merah dapat menyebabkan kerusakan kornea, lensa atau retina, tergantung pada panjang gelombang dan karakteristik penyerapan energi dari struktur mata.
Jumlah energi cahaya yang masuk mata ditentukan oleh luas pembukaan pupil. Energi cahaya tampak yang dapat menembus struktur mata secara kuat diserap oleh retina dan dikonversi menjadi panas. Peningkatan suhu hanya beberapa derajat lebih tinggi dari suhu yang terjadi ketika demam diyakini dapat menimbulkan kerusakan retina yang permanen.
EFEK KESEHATAN RADIOFREKUENSI ELEKTROMAGNETIK
Berdasarkan studi epidemiologi, tidak ada bukti kuat mengenai risiko kanker baik pada anak-anak rnaupun dewasa akibat energi frekuensi elektromagnetik tingkat normal, frekuensi radio, atau radiasi gelombang mikro. Data menunjuk-kan bahwa radiasi ini tidak dapat membahayakan materi genetik dan juga tidak dapat menginduksi kanker, terutama yang berhubungan dengan kanker otak. Yang jelas perubahan medan magnit atau listrik dapat menginduksi arus listrik internal ke tubuh yang menimbulkan panas; tingkat atau laju perubahannya sebanding dengan frekuensi.
Efek Radiasi Gelombang Mikro
Lensa mata tidak berpembuluh darah dan terselubung dalam kapsul, sehingga mudah terbakar akibat penambahan/penimbunan panas dari pajanan radiasi dengan intensitas tinggi; selain itu melalui efek thermal dan mungkin juga melalui efek non thermal, gelombang ini dapat mencetuskan serangkaian perubahan di permukaan posterior kapsul lensa yang mengarah pada pembentukan katarak.
Kataraktogenesis ini sama halnya dengan akibat radiasi pengion; sedangkan katarak akibat penuaan diawali di bagian permukaan anterior lensa. Kondisi pajanan, waktu dan intensitas yang menyebabkan suhu jaringan mata mencapai 45°C atau lebih diyakini bersifat kataraktogenik; dalam kondisi praktis, risiko tinggi pembentukan katarak berhubungan dengan pajanan pada satuan ratusan atau lebih mW/cm.
Fungsi testis sangat bergantung pada suhu. Secara normal, suhu testis 2°C lebih rendah dari suhu tubuh 37°C. Peningkatan suhu testis walaupun hanya sampai 37°C sudah dapat mengganggu spermatogenesis (proses pembentukan sperma). Dengan demikian pajanan radiasi gelombang mikro juga berisiko mengganggu spermatogenensis melalui mekanisme efek thermal.
Efek non thermal yang ditemukan pada para pekerja yang secara kronik terpajan microwave berupa peningkatan kelelahan, sakit kepala periodik dan konstan, iritasi parah, ketiduran selama bekerja, dan penurunan sensitivitas penciuman (olfactory). Gejala klinik yang timbul antara lain bradikardi, hipotensi, hipertiroid dan peningkatan tingkat histamin darah. Pada kelompok pekerja yang berada di medan gelombang mikro dijumpai pula efek subyektif seperti sakit kepala, lelah, pusing, tidur tidak nyenyak, perasaan takut, tegang, depresi mental, daya ingat kurang baik, nyeri pada otot dan daerah jantung dan susah bernafas.
Efek Radiasi Gelombang Radiofrekuensi
Efek pajanan elektromagnetik radiofrekuensi terhadap sel telah dipertimbangkan dalam 4 tahap utama pembentukan kanker yaitu inisiasi, konversi, promosi dan progresi. Inisiasi tumor dianggap sebagai hasil kerusakan genetik sedangkan konversi berhubungan dengan perubahan genetik berskala besar. Karena tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa pajanan menginduksi perubahan genetik maka tampaknya pajanan tidak memberikan efek baik inisiasi rnaupun konversi.
Tidak adanya efek pada struktur kromosom menunjukkan bahwa jika medan frekuensi rendah mempunyai efek pada proses karsinogenesis, mereka lebih berperan sebagai promotor daripada sebagai inisiator, dengan meningkatkan laju proliferasi sel terubah secara genetik daripada menyebabkan kerusakan awal pada DNA atau kromatin. Terdapat bukti yang menunjukkan adanya perubahan pada jalur informasi kimia antar yang mungkin berhubungan dengan promosi tumor, meskipun pengaruhnya sangat kecil dan oleh karena itu tampaknya tidak menimbulkan gangguan sistem biologik. Pengaruhnya pada pertumbuhan tumor dapat terjadi melalui efek epigenetik dari medan ini seperti perubahan pada jalur cell signalling atau pada ekspresi gen. Laporan tentang efek terhadap permukaan sel yang mungkin berhubungan dengan progresi tumor sangat spekulatif. Oleh karena itu, sampai saat ini tidak ada mekanisme yang jelas menerangkan pengaruh radiofrekuensi elektromagnetik terhadap karsinoenesis.
Satu studi epidemiologi menunjukkan data yang konsisten bahwa risiko leukemia lebih tinggi pada anak-anak yang tinggal dekat jaringan listrik, tetapi dasar hubungan tersebut tidak diketahui; tidak ada bukti yang didukung penelitian di laboratorium yang menunjukkan adanya kerusakan DNA dan kromosom, mutasi, dan peningkatan frekuensi transformasiakibat pajanan medan frekuensi rendah; dengan demikian tidak diharapkan terjadi efak mutasi dan transformasi neoplastik yang mengarah ke pembantukan kanker.
ICNIRP mengeluarkan beberapa peryataan mengenai hubungan antara medan frekuensi rendah elektromagnetik dan kanker, antara lain :
- Tidak ada bukti substantif yang menunjukkan bahwa pajanan magnetik statis bersifat karsinogenik.
- Data laboratorium dan epidemiologi yang berhubungan dengan kanker tidak memberikan dasar untuk perkiraan risiko kesehatan pada manusia terpajan medan frekuensi listrik.
- Data laboratorium yang berhubungan dengan kanker akibat pajanan frekuensi radio tidak memberikan dasar untuk dilakukannya batasan pajanan.
Bukti pajanan radiofrekuensi sebagai promotor atau progresor dalam karsinogenesis membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Efek Radiasi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Radiasi medan listrik dan medan magnet yang dihasilkan oleh SUTET bisa digolongkan sebagai radiasi non pengion. Istilah fisika radiasi non-pengion mengacu pada radiasi elektromagnetik dengan energi lebih dari 10 elektrovolt (ev) yang antara lain meliputi: sinar ultraviolet, cahaya tampak, infra merah, gelombang mikro, ultra sound dan radio frekuensi elektromagnetik.
Ini artinya, bukan hanya tegangan ekstra tinggi saja yang dapat menghasilkan radiasi elektromagnetik. Barang-barang yang biasa kita pakai sehari-hari juga mengandung potensi serupa. Sebut saja alat-alat elektronik untuk rumah tangga seperti: setrika, mixer, microwave oven, radio, televisi/video compacte disk (VCD) player. Alat komunikasi seperti: telepon genggam (hand phones), single side band (SSB). Alat untuk perkantoran seperti: komputer, printer dan mesin-mesin hitung. Alat untuk bidang penelitian seperti: spektrofotometer, spektrometer, serapan atom dan pompa vakum. Alat yang digunakan untuk industri seperti: kompresor, injection moulding dan lain sebagainya.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Nana Subriana pada tahun 2000, medan listrik yang berada dibawah jaringan SUTET dapat menimbulkan beberapa gejala seperti menimbulkan bunyi mendesis akibat ionisasi pada permukaan penghantar (konduktor) yang kadang disertai dengan cahaya keunguan, bulu/rambut badan akan berdiri pada bagian yang terpajan akibat gaya tarik medan listrik yang kecil, lampu neon dan tes pen dapat menyala dengan kondisi redup akibat mudahnya gas neon pada lampu neon dan tes pen terionisasi, kejutan lemah pada sentuhan pertama benda-benda yang mudah menghantar listrik (seperti pada atap seng, kawat jemuran , pagar besi dan badan mobil).
By : Raden Somad
http://radensomad.com/macam-macam-efek-radiasi-non-pengion.html